Info Pontianak – Hakim Konstitusi Arief Hidayat melontarkan kritik tajam terhadap kebiasaan generasi muda yang semakin bergantung pada video pendek di media sosial untuk memperoleh informasi, termasuk dalam belajar agama. Menurutnya, budaya instan ini berisiko membentuk pemahaman yang dangkal dan merasa paling benar.

Pernyataan itu disampaikan Arief saat menghadiri acara bedah buku di Kompas Institut, Jumat (4/7/2025). Ia menyayangkan fenomena generasi muda yang enggan membaca buku, namun merasa telah memahami suatu bidang hanya dengan menonton video berdurasi 1–3 menit.
“Sekarang semuanya serba instan. Mereka belajar agama saja lewat YouTube berdurasi 1, 2, 3 menit. Tapi setelah itu merasa sudah tahu semuanya, bahkan menghakimi keyakinan lain,” ujar Arief.
Ia menilai pola pikir semacam ini membahayakan nilai toleransi dan kebinekaan yang menjadi fondasi utama bangsa Indonesia. Arief membandingkan dengan para pendiri bangsa seperti Ki Bagus Hadikusumo dan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama, yang belajar agama secara mendalam, namun tetap mampu menjunjung tinggi keberagaman hingga melahirkan Pancasila sebagai ideologi pemersatu.
Baca Juga : PKB Sentil MK: Ngaku Penjaga Konstitusi, Nggak Usah Ngatur!
Menurut Arief, pemahaman yang sempit dan instan justru menciptakan kelompok eksklusif yang merasa paling benar. Hal ini dapat merusak kerukunan antarumat beragama dan menciptakan polarisasi di masyarakat.
Sebagai solusi, Arief mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama generasi muda, untuk aktif menciptakan konten digital yang mencerahkan. Ia berharap ruang-ruang media sosial tidak diisi hanya dengan konten sensasional. Tetapi juga dengan narasi nasionalisme, kebangsaan, toleransi, dan literasi kebudayaan.
“Mari kita isi ruang digital dengan konten yang menyejukkan. Gunakan teknologi untuk menyebarkan nilai luhur bangsa, bukan hanya sensasi,” tegasnya.
Pernyataan Arief menjadi pengingat penting di tengah maraknya disinformasi dan radikalisme digital yang tumbuh subur akibat minimnya literasi kritis. Budaya instan dalam menyerap informasi, terutama menyangkut isu agama dan kebangsaan, harus diimbangi dengan pendidikan mendalam dan dialog terbuka.