Info Pontianak – Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) secara resmi menutup retret kepala Sekolah Rakyat tahap kedua pada Sabtu (5/7) di Jakarta. Ia memastikan bahwa 100 Sekolah Rakyat rintisan akan mulai beroperasi serentak pada tahun ajaran baru 2025/2026, yakni pada 14 Juli mendatang.
Dalam dua tahap retret yang digelar 1–5 Juli dan sebelumnya, sebanyak 100 kepala sekolah telah dibekali pelatihan kepribadian dan manajerial. Para kepala sekolah ini lolos seleksi ketat dari ratusan pelamar se-Indonesia, dengan proses seleksi mulai dari administratif, wawancara, hingga psikotes.
“Di pundak para kepala Sekolah Rakyat ada amanah besar: memutus rantai kemiskinan antargenerasi dan menjadi penjaga mimpi anak-anak bangsa,” tegas Mensos Saifullah.
1.469 Guru Disiapkan, Asrama dan Sistem Matrikulasi Telah Dirancang
Menteri Sosial menyampaikan bahwa 1.469 guru telah disiapkan untuk mengajar lebih dari 9.700 siswa dari keluarga miskin dan miskin ekstrem. Para guru tersebut telah melewati proses seleksi dan akan menerima pelatihan serupa dengan kepala sekolah.
Sebelum pembukaan resmi, simulasi pembukaan akan digelar pada 9 Juli di dua lokasi: Handayani dan STPL Bekasi. Sementara itu, cek kesehatan gratis (CKG) untuk siswa dan guru dijadwalkan pada 7 Juli, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan.
Baca Juga : Menteri Pendidikan Tinggi Lanjutkan Kunjungan ke Fakfak, Satgas Kopasgat Pastikan Keamanan
Sekolah Rakyat Siap Beroperasi 24 Jam, Guru Juga Tinggal di Asrama
Program Sekolah Rakyat ini mengusung sistem berasrama. Para guru, kepala sekolah, dan siswa akan tinggal bersama di lingkungan sekolah untuk memastikan pendidikan dan pendampingan berjalan optimal selama 24 jam.
“Tidak semua guru akan tinggal penuh waktu, tapi mereka akan bergiliran jaga agar siswa mendapatkan pendampingan terus-menerus,” terang Mensos.
Program Sekolah Rakyat merupakan terobosan untuk menghadirkan pendidikan yang berkualitas dan merata bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera. Inisiatif ini bertujuan menjangkau mereka yang selama ini kurang mendapat akses pendidikan layak. Dengan pendekatan yang inklusif, kontekstual, dan berbasis kebutuhan lokal, demi menciptakan keadilan pendidikan di seluruh pelosok negeri. Samuel Franklin, salah satu kepala sekolah dari Papua, mengaku terharu bisa terlibat dalam program ini.
“Saya ingin menjadi kepanjangan tangan Tuhan dan jawaban doa bagi keluarga tidak mampu,” ujarnya.
